Senin, 08 Oktober 2012

WILAYAH PERAIRAN SEBAGAI BENTUK KEDAULATAN NKRI: KONTRAK PERJANJIAN PERBATASAN HINDIA BELANDA PADA MASA KOLONIAL 1816-1942




WILAYAH PERAIRAN SEBAGAI BENTUK KEDAULATAN NKRI:
KONTRAK PERJANJIAN PERBATASAN HINDIA BELANDA PADA MASA
KOLONIAL 1816-1942


                                                                                         Oleh: Dharwis Widya Utama Yacob, S.S

        Perairan Indonesia merupakan 75 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia. Perairan Indonesia
juga merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus dijaga.
Hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan serta konflik seputar wilayah Ambalat merupakan salah
satu bentuk betapa rentannya wilayah NKRI dari gesekan negara tetangga. Batas-batas
kedaulatan NKRI harus dijaga agar tidak diklaim negara-negara tetangga. Di sinilah peran arsip
sangat penting untuk menghindari klaim-klaim dari negara tetangga. Khazanah arsip yang
tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dapat dijadikan bukti hukum jika terjadi
sengketa terutama sengketa menyangkut wilayah perairan NKRI.
 
         Jauh sebelum terbentuknya wilayah NKRI sekarang ini, tersebutlah nama Hindia-Belanda
(Nederlands-Indie). Hindia-Belanda ini merupakan cikal bakal NKRI nantinya. Masa kolonial
Hindia-Belanda tentunya diperintah langsung oleh Pemerintah Belanda. Sebelum masa kolonial,
Hindia-Belanda diatur oleh Kongsi dagang bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie
(VOC). Setelah VOC mengalami kebangkrutan tahun 1799, Pemerintah Belanda mengambil alih
kekuasaan atas Hindia Belanda.

         Dalam perjalanannya, Pemerintah Belanda menguasai wilayah jajahan melalui kontrak-kontrak perjanjian. Kontrak-kontrak perjanjian ini memberikan kejelasan status perbatasan
Pemerintah Belanda terhadap wilayah-wilayah yang dikuasainya di Hindia Belanda. Kontrak
perjanjian tersebut dilakukan baik dengan raja-raja lokal, Spanyol, Portugis, dan Inggris.
Kontrak-kontrak perjanjian tersebut juga meliputi penguasaan wilayah air, darat, dan udara.
Wilayah perairanlah yang sangat penting pada masa kolonial karena struktur wilayah Hindia
Belanda berbentuk kepulauan.

        Wilayah perbatasan merupakan wilayah rawan konflik. Konflik yang terjadi tentunya seputar
konflik antarnegara. Setiap negara tentunya berusaha mempertahankan wilayahnya jika diusik
oleh negara lain. NKRI yang terdiri berpuluh-puluh ribu pulau dan wilayah perbatasan yang
banyak tentunya harus bersikap demikian. Walaupun untuk mengatur wilayah perbatasan
tersebut, Pemerintah Indonesia memerlukan biaya yang besar.

       Untuk menekan biaya tersebut diperlukan strategi-strategi khusus. Strategi-strategi khusus itu
harus diawali dengan penelusuran arsip mengenai wilayah perbatasan. Hal tersebut sangat
penting karena dengan adanya arsip, bukti hukum menjadi kuat. Jika suatu ketika terjadi konflik,
Pemerintah Indonesia telah memiliki satu bukti kuat walaupun itu belum cukup. Wilayah
perairan dalam konteks perbatasan juga sangat penting. Faktor ekonomi menyebabkan wilayah
perairan harus perlu terus menerus disiagakan.

        Untuk perbatasan wilayah perairan pada masa kolonial Hindia-Belanda telah diatur pada
Staatblad Nomor 442 tahun 1939 tentang Terrioriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie atau
Undang-undang tentang Laut Teritorial dan Lingkaran Maritim. Dalam Staatblaad ini ditentukan
lebar laut teritorial Indonesia atau Hindia Belanda selebar 3 mil.

        Pada masa kolonial, wilayah perairan yang sangat penting adalah wilayah perairan di
Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Laut Andaman, Laut Sawu, Laut Cina Selatan, dan Selat
Malaka. Wilayah perairan tersebut sangat penting baik secara ekonomi dan politik antara HindiaBelanda dan daerah-daerah tetangga.

        Samudera Pasifik sebagai samudera yang sangat strategis karena menghubungkan benua Asia
dan benua Amerika. Wilayah yang berhadapan dengan Samudera Pasifik adalah Papua. Papua
yang pada masa kolonial bernama Nieuwe Guinea telah dikuasai Pemerintah Kolonial Belanda
pada 1899. Hal ini dapat dilihat dari arsip Ternate Nomor 360 (2) yang menyebutkan bahwa Raja
Ternate yang pada masa itu menguasai Nieuwe Guinea mengakui pengibaran bendera Belanda.

        Samudera Hindia atau Samudera Indonesia juga merupakan samudera penting pada masa
Hindia-Belanda terutama digunakan sebagai jalur pedagang-pedagang dari India. Pemerintah
Belanda menangkap bahwa perlu pula dilakukan kontrak atau perjanjian wilayah dengan daerah-daerah yang berada di sekitar Samudera Hindia. Salah satunya tercantum dalam Besluit 12
Januari 1878 No. 2 yang menyebutkan bahwa Residen Bengkulu harus membayar sebesar 1000
gulden per bulan kepada Pemerintah Belanda.

        Laut Cina Selatan merupakan laut menghubungkan beberapa tempat yang strategis untuk
kepentingan ekonomi. Dari China sampai Hindia Belanda. Posisinya sangat penting terutama
untuk perdagangan timah dan teh. Hal ini dapat dilihat dari arsip Riouw no 73/10 (5) pada 20 Juli
1846. Isi arsip ini berisi bahwa Raja Muda Jaffar mengakui kekuasaan Belanda terhadap wilayah
antara Selat Riau, Selat Timian, Kepulauan Karimun, Selat Singapura, Kepulauan Bungguran
(Natuna), dan Kepulauan Anambas yang berada di daerah Laut Cina Selatan.

         Laut Sulawesi yang berbatasan dengan Filipina menjadi daerah strategis pula. Pulau Miangas
merupakan pulau terdepan dengan Filipina. Banyak pro dan kontra mengenai pemberitaan pulau
ini. Untuk memperkuat posisi bahwa Pulau Miangas adalah milik NKRI atau dahulunya HindiaBelanda dapat dibuktikan dalam Staatblads van Nederlandsch Indie tahun 1932 no 571.
Staatblad ini telah menunjukkan bahwa Pulau Miangas berada di kekuasaan pemerintah Belanda
yang menguasai Hindia-Belanda pada saat itu.

         Laut Andaman yang berada di dekat daerah Aceh adalah salah satu wilayah teramai pada
zaman Hindia Belanda. Bahkan pelabuhan terbesar pada zaman Hindia Belanda yaitu Sabang
berbatasan dengan Laut Andaman. Pemerintah Belanda mengadakan perjanjian dengan Raja
Aceh untuk melegitimasi kekuasaannya terutama di wilayah Laut Andaman. Arsip yang
berkaitan dengan hal tersebut yaitu Besluit 18 September 1899 No. 25 mengenai perjanjian
antara Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Gouverneur van Sumatra Westkust
(Gubernur Pantai Barat Sumatera) dengan Raja Aceh dan sekitarnya. Isi arsip ini mengenai
bentuk pembayaran pajak yang harus diserahkan Raja Aceh dan sekitarnya kepada Pemerintah
Hindia Belanda. Arsip ini juga memberitahukan wilayah kekuasaan Hindia Belanda di Aceh dan
sekitarnya termasuk pulau-pulau sekitarnya juga Pulau Rondo yang merupakan pulau terdepan di
wilayah Laut Andaman yang berbatasan langsung dengan India.

         Laut Sawu terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan Laut Indonesia yang
berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste. Pemerintah Belanda juga telah
mengincar daerah ini sebagai bagian dari wilayahnya. Hal ini tersebut juga tercantum dalam
Besluit 7 Desember 1877 No. 7. Di dalam arsip ini menerangkan bahwa Raja Alor mengakui
kekuasaan Pemerintah Belanda termasuk pulau-pulau yang terletak di Laut Sawu.

         Selat Malaka yang merupakan selat teramai di wilayah Asia Tenggara, tak luput dari incaran
Pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda melakukan kontrak dengan Riau dan Lingga
yang menyatakan bahwa Riau dan Lingga berada di bawah kekuasaan Belanda. Hal ini dapat
dijelaskan dalam khazanah Arsip Republik Indonesia dalam Arsip Riouw 73 Nomor 10.1.
Khazanah arsip ini sangat penting karena berkenaan dengan wilayah NKRI pada masa sekarang
yang merupakan wilayah yang dijajah oleh Belanda sebelumnya.

         Dari arsip-arsip yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya arsip
membuat legitimasi wilayah perairan yang menjadi perbatasan NKRI menjadi kuat. Jika nantinya
terdapat konflik-konflik antarnegara mengenai perbatasan, dapat diredam karena ketersediaan
arsip mengenai perbatasan yang lengkap. Pada akhirnya, kedaulatan NKRI tetap terjaga.

(Majalah ARSIP Edisi 56)
 © Subbagian Publikasi dan Dokumentasi

ARSIP PETA PERBATASAN NEGARA DAN KEUTUHAN NKRI

ARSIP PETA PERBATASAN NEGARA DAN KEUTUHAN NKRI

Oleh: Drs. Azmi, M.Si.

Wilayah perbatasan negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah suatu
negara, sebagaimana riwayat perjuangan sebuah negara untuk diakui eksistensinya. Oleh
karena itu, riwayat wilayah perbatasan tidak dapat dilepaskan dari sejarah lahir atau
berakhirnya suatu negara. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tentunya
sangat berkepentingan dengan wilayah perbatasan negara. Pembuktian wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang luas dan berbatas laut serta darat dengan beberapa
negara harus didukung dengan data dan fakta berupa arsip yang autentik dan reliabel dalam
berbagai bentuk dan media.

Arsip wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain merupakan salah satu jenis arsip
negara yang harus dijaga secara khusus oleh lembaga negara dan pemerintahan daerah
bersama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk kepentingan negara,
pemerintahan, pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat. Keutamaan yang dimiliki arsip
wilayah perbatasan Indonesia yakni arsip jenis ini memiliki nilai kebuktian atas riwayat
kedaulatan, pertahanan dan keamanan, sosial-ekonomi, politik, dan pemerintahan Indonesia.
 
Kewajiban melindungi wilayah NKRI dan mengelola arsip wilayah perbatasan
merupakan amanat UUD 1945 dan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Oleh
karena itu, tulisan singkat ini akan membahas pentingnya pengelolaan arsip peta perbatasan
negara (APPN) yang selanjutnya dalam tulisan ini disingkat APPN dalam rangka menjaga
keutuhan dan kedaulatan NKRI.
 
Arsip Peta Perbatasan Negara (APPN)

Secara normatif arsip didefiniskan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai
bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
dibuat dan diterima oleh pencipta arsip (kelembagaan, perseorangan) dalam pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peta perbatasan negara sebagai salah
satu jenis arsip yang tercipta dari pelaksanaan fungsi negara dalam membangun wilayah
perbatasan negara. APPN merupakan sumber informasi strategis yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan negara dalam membangun, melindungi, dan menjaga keutuhan negara.
APPN melahirkan ilusi tentang koherensi dan keseragaman ruang, tersedianya obyek yang
ada di permukaan bumi dengan lokasi yang pasti dan batas-batas NKRI yang diakui
berdasarkan peraturan internasional sehingga mudah ditata, direncanakan, dan dikuasai.

APPN merupakan informasi obyek permukaan bumi yang memuat informasi tentang
lokasi di permukaan bumi; informasi tentang terdapatnya suatu obyek di bumi yang bersifat
fisik (atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrosfer dan biosfer) ataupun non-fisik dan budi daya hasil
kreasi manusia (antroposfer); informasi tentang apa yang berada pada suatu lokasi tertentu.
Dengan demikian, APPN tidak hanya menunjukkan lokasi di permukaan bumi, tetapi juga
terkait sumber daya dan lingkungan hidup manusia yang dimiliki oleh suatu negara.

Melihat informasi yang dikandung dalam APPN, sangat erat kaitannya dengan salah satu
syarat terbentuknya sebuah negara yaitu adanya wilayah atau teritorial. Wilayah merupakan
salah satu syarat primer terbentuknya suatu negara. Negara adalah suatu wilayah di
permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial, maupun
kebudayaan diatur oleh pemerintah yang berada di wilayah tersebut.

APPN merupakan bagian penting dalam penyediaan informasi yang dapat dimanfaatkan
untuk mendukung lembaga negara dan pemerintahan daerah dalam melaksanakan proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di wilayah perbatasan negara. APPN
menjadi komponen penting dalam mendukung pengambilan keputusan pengamanan dan
pembangunan wilayah perbatasan negara sebagai ”halamam depan negara” yang lebih
bermakna bagi negara dan masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan.

Pengelolaan APPN yang berdasarkan kaidah-kaidah kearsipan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan akan menjamin ketersediaan APPN yang autentik dan reliabel untuk
menjaga keutuhan NKRI dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengelolaan APPN sebagai
arsip vital negara pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan ANRI mendesak untuk
dilakukan sejalan dengan meningkatnya ancaman kedaulatan NKRI atas beberapa wilayah
perbatasan.

Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan sumber daya alam serta lingkungan
hidup, sehingga setiap jengkal wilayah Indonesia yang belum jelas status atau riwayat
kepemilikannya akan menjadi incaran negara-negara tetangga untuk memilikinya (Kasus
pulau Sipadan dan Ligitan 2002).
 
Menjaga Keutuhan Wilayah NKRI

Untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI dalam rangka mendukung sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta serta mencegah berbagai kejahatan transnasional diperlukan APPN
dan informasi geospasial perbataan negara terkini dan akurat tentang wilayah terdepan dan
pulau-pulau terluar sepanjang perbatasan negara. Hal ini untuk merupakan amanat Pasal 25A
UUD 1945, bahwa NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Mengingat sisi terdepan dari wilayah negara atau yang dikenal dengan kawasan
perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas wilayah negara, maka
diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas wilayah negara dalam
APPN dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan realitas kartografis mengenai
ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak–hak
berdaulat.

Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi sangat penting terkait dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip NKRI dan otonomi daerah
dalam mengelola pembangunan kawasan perbatasan termasuk arsip yang berkaitan dengan
eksistensi dan sejarah wilayah perbatasan. Ketersediaan APPN termasuk pulau-pulau kecil
akan menjadi situs di mana persoalan nasionalisme tidak lagi menjadi hitam putih karena

telah didasarkan data dan fakta kartografis. Oleh karena itu, mengelola APPN secara benar
sesuai dengan kaidah-kaidah kearsipan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
merupakan kegiatan yang harus segera dikedapan oleh lembaga negara dan pemerintahan
daerah sebagai komponen utama negara.
 
Ketersediaan APPN senantiasa diperlukan negara, baik dalam situasi damai maupun
perang untuk mobilisasi aparat pertahanan dan keamanan. Pada situasi damai, APPN
diperlukan untuk menjaga infiltrasi oleh penyusup, baik yang bermotif politis maupun
komersial. Misalnya penyusupan kapal melintasi daerah perbatasan NKRI tanpa dilengkapi
dokumen resmi. Infiltrasi bermotif politik (teroris, pesawat militer asing), infiltrasi bermotif
komersial (illegal logging, illegal fishing, human-trafficking, penyelundupan elektronik,
narkotika hingga sampah barang B3), sehingga mengancam kedaulatan NKRI dan kerugian
negara yang sangat besar.
Tanpa APPN yang memadai, TNI (AD, AL, dan AU) akan kesulitan untuk memastikan
bahwa kondisi di wilayah perbatasan NKRI dalam kendali. APPN juga berguna sebagai dasar
untuk membuat patok perbatasan negara secara permanen agar tidak dipindahkan oleh negara
tetangga, serta untuk usaha nelayan Indonesia agar tidak beroperasi di wilayah negara
tetangga. Negara harus menjaga agar nelayan kita tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh
otoritas negara lain seperti kasus nelayan kita dengan angkatan laut Malaysia.

Pengelolaan APPN

Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan pengelolaan APPN adalah kegiatan pemberkasan
dan pelaporan, penyimpanan, dan penyampaian salinan naskah autentik APPN kepada ANRI
oleh lembaga negara dan pemerintahan daerah sebagai pencipta arsip dalam rangka
pelindungan dan penyelamatan arsip wilayah perbatasan.

Pemberkasan dan Pelaporan

APPN yang berada pada lembaga negara dan pemerintahan daerah harus diberkaskan dengan
mengolah informasi dan fisik arsip secara sistematis dan logis sesuai dengan konteks
kegiatannya sehingga dapat digunakan untuk kepentingan manajemen dan publik.
 
Pemberkasan APPN didasarkan pada klasifikasi arsip yang dimiliki oleh lembaga negara
dan pemerintahan daerah, meliputi kegiatan pemeriksaan kelengkapan arsip (inspection),
pemberian indeks (indexing), pemberian kode arsip (coding), tunjuk silang (cross reference),
penyortiran (sorting), pelabelan (labeling), penyimpanan (filing), dan pembuatan sarana
bantu temu balik arsip (finding aids).

Hasil akhir penataan APPN adalah tertatanya informasi dan fisik APPN sesuai dengan
klasifikasinya serta tersusunya finding aids berupa daftar APPN yang sekurang-kurangnya
memuat elemen data yaitu: nama pencipta, tema, jenis nomor lembar peta, skala, tahun
pembuatan, warna, tingkat keaslian, penerbit, koordinat, jumlah, referensi, keterangan. 

APPN yang telah diberkaskan oleh lembaga negara dan pemerintahan daerah diserahkan
kepada ANRI. Pemberkasan dan pelaporan APPN ini dilakukan paling lama satu tahun sejak
terjadinya kegiatan.

Penyimpanan

APPN merupakan arsip vital negara, karena informasi yang dimilikinya digunakan untuk
keperluan riset dan melacak kembali riwayat kedaulatan negara di masa silam. Negara harus
memperhatikan secara khusus penyimpanan APPN dengan penyediaan prasarana dan sarana
kearsipan yang memiliki standar kearsipan. Wilayah NKRI yang luas berada di wilayah yang
rawan akan berbagai macam bencana, yang berpotensi membahayakan keamanan dan
keselamatan APPN. Pengalaman traumatis dirasakan bangsa Indonesia ketika terjadinya
bencana alam besar seperti di Aceh, Sumatera Utara, Yogyakarta, dan Sumatera Barat.
 
APPN dan informasi geospasial perbatasaan negara harus disimpan pada tempat yang
aman sehingga tidak rusak atau hilang. Banyak data hasil survei dan peta baik kertas maupun
digital yang telah dilakukan dengan menggunakan dana yang sangat besar, namun kini sangat
rentan terhadap bencana (misalnya kebakaran, kelembaban tinggi, pencurian ,dsb) yang akan
membuat data perbatasaan negara dalam kondisi tidak aman (high risk). Selain itu, banyak
sistem komputer yang kurang terlindung dari akses illegal ataupun virus.

APPN merupakan arsip vital negara, sehingga penyimpanannya dilaksanakan secara
bersama oleh pencipta arsip (lembaga negara dan pemerintahan daerah) dan ANRI atas nama
negara. Penyimpanan APPN yang asli dan bersifat terbuka dilaksanakan oleh lembaga negara
dan pemerintahan daerah masing-masing untuk diakses oleh publik. Sedangkan salinan
autentik naskah asli APPN diserahkan kepada ANRI sebagai lembaga yang bertanggung
jawab terhadap keselamatan arsip perbatasan. Akses publik terhadap salinan autentik naskah
asli APPN yang disimpan di ANRI dilakukan berdasarkan kesepakatan lembaga negara dan
pemerintahan daerah dengan ANRI ketika melakukan serah terima APPN.

Penyimpanan salinan autentik naskah asli APPN di ANRI hanya sebagai metode
perlindungan dengan membuat atas naskah asli APPN dan penyimpannya secara
dispersal/terpisah dengan naskah aslinya. Hal ini dimaksudkan apabila lembaga negara dan
pemerintahan daerah kehilangan naskah asli karena suatu hal, maka dapat mengakses dan
memanfaatkan kembali salinan autentik naskah asli APPN yang disimpan di ANRI.
Penyampaian salinan autentik naskah asli APPN oleh lembaga negara dan pemerintahan
daerah kepada ANRI dilaksanakan paling lama satu tahun setelah dilakukan pelaporan APPN
kepada ANRI.

Pengamanan

Selain penyimpanan dan pengamanan fisik APPN, juga sangat penting dilakukan
pengamanan terhadap informasi geospasial APPN yang bersifat rahasia. Pengamanan APPN
ini mencakup pengamanan pada seluruh bentuk penyajiannya dan juga infrastruktur fisik
yang terkait informasi geospasial APPN yang ada di lapangan. 

Informasi geospasial APPN yang dikategorikan sebagai informasi khusus dan bersifat
rahasia dapat disandikan dengan suatu metode enkripsi. Data atau informasi geospasial APPN
yang dienkripsi ini diserahkan kepada lembaga negara yang ditugasi pemerintah untuk hal itu
beserta kode dekripsi.

Ketersediaan APPN Miliki Nilai Strategis

Penyelamatan APPN pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan
keamanan nasional. Ketersediaan APPN sebagai salah satu jenis arsip wilayah perbatasan
negara mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan keamanan
nasional karena mempunyai dampak terhadap keutuhan NKRI.
 
APPN meerupakan realitas kartografi NKRI yang mengandung dimensi legal-formalpolitis
yang melihat wilayah NKRI sebagai sesuatu yang ajeg, statis, dan tak dapat ditawar
atau harga mati. Dimensi ini menjadi landasan sakral bagi eksistensi NKRI. Tanpa wilayah
yang jelas, NKRI tidak dapat menunjukkan siapa yang menjadi subyek kewarganegaraannya,
mana batas kekayaan alamnya, dan mana batas kedaulatannya.
 
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pengelolaan APPN secara benar di lembaga
negara, pemerintahan daerah, dan ANRI sangat diperlukan sebagai bagian penting atas
permasalahan kebutuhan negara terhadap data dan fakta bukti sah kedaulatan NKRI atas
wilayah perbatasan apabila terjadi klaim negara lain. Indonesia tidak akan dapat berbuat
banyak apabila terjadi sengketa wilayah perbatasan dengan negara pengklaim (claimant state)
jika tidak didukung dengan arsip. Karena arsip merupakan kesaksian atas kedaulatan dan
kejayaan bangsa, seperti yang dikatakan R.J. Alfaro (Presiden Panama 1931-1937),
”Pemerintah tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa benih,
tukang tanpa alat … Arsip merupakan saksi bisu, tak terpisahkan, handal dan abadi, yang
memberikan kesaksian terhadap keberhasilan, kegagalan, pertumbuhan dan kejayaan
bangsa.”

Arsip Nasional Republik Indonesia
(Majalah ARSIP Edisi 56)

Kamis, 04 Oktober 2012

Rencana Penyatuan Zona Waktu Indonesia Ditunda



Rencana Penyatuan Zona Waktu Indonesia Ditunda

Diposting oleh : Administrator


Komhukum (Jakarta) - Rencana penyatuan tiga zona waktu di Indonesia yang sedianya akan dimulai pada 28 Oktober 2012 ditunda hingga tanggal yang belum ditentukan.

Kepala Divisi Humas dan Promosi KP3EI (Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) Edib Muslim mengatakan penundaan ini dikarenakan belum turunnya surat Keputusan Presiden.

"Kita masih menunggu keputusan dari atas, berupa Keppres atau Perpres," kata Edib pada Heyder Affan dari BBC Indonesia. Penyatuan zona waktu dapat dilakukan setelah ada 90 hari masa penyesuaian karena berbagai pihak terkait pelayanan publik harus melakukan persiapan-persiapan.

"Contohnya kawan-kawan perhubungan mengatakan mereka harus melakukan notifikasi kepada badan internasional penerbangan, karena ada persyaratan jumlah cycle (siklus) penerbangan yang harus dipenuhi sebelum (waktu) boleh berubah," kata dia lagi.

Selain itu KP3EI juga melakukan persiapan termasuk konsultasi publik untuk mempelajari masukan dari masyarakat. Jika sudah ada keputusan, KP3EI akan mempersiapkan modul-modul untuk sosialisasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang rawan terhadap pergeseran waktu, terutama di kawasan barat Indonesia, terutama Sumatera Utara dan Aceh.

"Audience (kelompok masyarakat, red) yang dianggap rawan ada dua kelompok yaitu anak sekolah karena mereka memulai lebih pagi mereka rawan ketika berlalu lintas di jalan dan kedua adalah kelompok pekerja yang harus menghadapi mesin-mesin bergerak," kata Edib.

Untuk mencegah terjadi hal yang tidak diinginkan atau kecelakaan, maka dilakukan kampanye pendidikan publik untuk meredam potensi ancaman bahaya. "Misalnya kampanye lalu lintas aman bagi anak-anak sekolah dan buruh pabrik yang bekerja dengan mesin, bisa mengawali hari dengan senam pagi agar tetap segar," kata dia.

Rencana penyatuan zona waktu Indonesia Barat (WIB), tengah (WITA) dan timur (WIT) ini diyakini akan menghasilkan efisiensi dan efektivitas antara wilayah barat dan timur Indonesia yang terpisah perbedaan waktu dua jam. Dengan satu zona waktu, maka Indonesia akan setara dengan GMT+8 atau delapan jam lebih cepat dari standar waktu internasional di Greenwich, sebagaimana Cina, Malaysia dan Singapura. (K-4/EIO/BBC)




DHN 45 Deklarasikan Kembali ke UUD 45

DHN 45 Deklarasikan Kembali ke UUD 45

Diposting oleh : Administrator


Komhukum (Jakarta) - Dewan Harian Nasional (DHN) 45 mendeklarasikan Gerakan Nasional Pembudayaan Pancasila. Deklarasi itu dilaksanakan di gedung Joang 45 Lantai 2 Jl. Menteng 31 Jakarta Pusat, Selasa (10/07).

"Tim telah mengkaji amandemen UUD 45, amandemen sudah menyimpang dari jiwa bangsa dan UUD 45. Kita kembali kepada UUD 45," kata Ketua Umum DHN 45 Jenderal TNI (Pur) Tyasno Sudarto.

Menurut Tyasno, gerakan itu bukan berarti tidak menerima perubahan, tetapi penyempurnaan itu tidak boleh menyimpang dari Pancasila dan roh pembukaan UUD 45 itu.

"DHN harus menggalang nasionalis sejati. Gerakan nasional kembali ke UUD 45 yang asli. Yang kita kembalikan adalah semua dan seluruh jati diri bangsa," tandasnya.

Dikatakannya, gerakan nasional pembudayaan Pancasila dilakukan melalui diplomasi dan massa aksi. Menurutnya dua jalan ini yang diharapkan dapat efektif membangun gerakan pembudayaan Pancasila.

"Gerakan nasional mempunyai pasukan di lapangan itu mempunyai mitra, berupa badan kerja sama, mahasiswa, pemuda, buruh, tani dan apapun untuk mengembalikan ke jiwa bangsa," tandasnya.

Kemudian menurut Tyasno, gerakan yang dideklarasikan di Jakarta akan disusul dengan deklarasi di daerah-daerah, karena DHN 45 ada di setiap provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.

"Gerakan ini harus membumi dan merakyat di bumi bangsa Indonesia. Kampanye ini harus serempak di seluruh Indonesia. Setelah di pusat deklarasi  menyusul di daerah-daerah," kata Tyasno. (K-2/yan)



PANCASILA HARUS TERUS DIPELIHARA DAN DIHIDUPKAN

Kamis, 04 Oktober 2012
Jakarta, Mantan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Letjen TNI Purn Sayidiman Suryohadiprojo mengatakan Pancasila harus terus dipelihara dan dihidupkan sebagai ideologi dan jiwa bangsa Indonesia.

"Pancasila telah berkali-kali terbukti mampu menjaga keutuhan bangsa Indonesia dari serangan pihak lain yang ingin merusak atau mengganti Pancasila dari ideologi bangsa Indonesia," kata Sayidiman Suryohadiprojo pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang diselenggarakan Gerakan Pemantapan Pancasila di Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Senin.

Hadir pada kegiatan tersebut sejumlah tokoh nasional, antara lain Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia yang juga Ketua Umum Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Sekretaris Jenderal GPP Letjen TNI (Purn) Saiful Sulun, dan mantan Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo.

Kemudian, mantan Menteri Perhubungan Jenderal TNI Purn Agum Gumelar, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, mantan KSAD Wismoyo Arismunandar, mantan Kepala BIN Mayjen TNI (Purn) Samsir Siregar, dan Pimpinan Gerakan Jalan Lurus Sulastomo.

Menurut Sayidiman, bangsa Indonesia saat ini berada di era modernisasi di mana suatu bangsa bisa menguasai bangsa lain tanpa harus melakukan tindak kekerasan.

"Mengatasi berbagai serangan dari bangsa lain juga bisa dilakukan dengan tanpa kekerasan. Caranya bangsa Indonesia harus terus menjaga persatuan dan kesatuan yang kokoh dan kuat," katanya.

Mantan Wakasad ini menambahkan, bangsa Indonesia harus menyadari pentingnya melindungi negara dari serangan bangsa lain dengan meningkatkan kesadaran, nasionalisme, dan mengutamakan Ketuhanan YME.

Ia menegaskan, bangsa Indonesia harus betul-betul menyadari betapa pentingnya menjaga keutuhan NKRI dengan melestarikan Pancasila.

"Pancasila tidak cukup hanya sekadar menjadi slogan yang disampaikan secara verbal oleh para elite tapi harus bisa menjadi menjadi bentuk nyata yang hidup dalam jiwa bangsa Indonesia," katanya.

Menurut dia, bangsa Indonesia juga tidak boleh cukup bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5 persen, tapi realitasnya masih banyak rakyat Indonesia yang hidup miskin dan bahkan menjadi gelandangan.

Sementara itu, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan menegakkan dan melestarikan Pancasila tidak cukup hanya melalui orasi secara verbal tapi harus terefleksi dalam sikap dan perilaku para pemimpin.

"Saat ini nilai-nilai Pancasila yang tumbuh di tengah bangsa Indonesia sudah bergeser jauh," kata Hasyim Muzadi.

Menurut Hasyim, melalui amandemen UUD 1945 berarti "kita" sudah menggeser nilai-nilai Pancasila dari tengah kehidupan bangsa Indonesia.

Ia mencontohkan, sistem perekonomian Indonesia yang sebelumnya mengutamakan kerakyatan dan gotong-royong bergeser menjadi ekonomi pasar bebas.

"Hal ini memberi dampak lebih banyak terjadi praktik transaksional," katanya.

Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA RI), Harry Tjan Silalahi, mengatakan, Hari Kesaktian Pancasila meskipun diperingati setiap tahun tapi bangsa Indonesia masih terus menghadapi berbagai persoalan.

Menurut dia, GPP bertekad untuk menegakkan kembali Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia dari upaya kekuatan lain yang berusaha melemahkannya.

"Mari kita dorong Pancasila agar betul-betul hidup dan menyatu di tengah bangsa Indonesia. Dengan Pancasila, sudah berkali-kali terbukti bangssa Indonesia dapat bersatu dan mewujudkan cita-citanya," katanya.

Memahami Pancasila, menurut dia, tidak bisa dinilai hanya satu demi satu silanya, tapi harus secara keseluruhan secara komprehensif.
Sumber : Antara